Kamis, 18 Maret 2010

Reu-oh Hana So Bila identik dengan Poteumeureuhom

Ketika rindu menggigil, tak cukup sanger sikhan penghilang. Dia....ya...dia, merindukan keringat dibadannya hilang tersapu arus sungai peninggalan indatu Po-Teumeu-Reu-Hom. Sungai sumber rejeki bergilir dari hulu hingga hilir, kemudian hilang dalam auman suara mesin pendorong kepentingan waktu yang mendesak. Dia...ya...dia tak peduli walau harus bermandikan peluh, bermudal kekuatan dan semangat senyum seorang istri menunggu kedatangan pulang membawa berkah keringat untuk dinikmati secara bersama. Bek meunan lah ngon (jangan begitulah teman-atjeh).. memulai pembicaraan keringan jackpot yang digenggam untuk bercampiur bingung bagaimana cara menghabiskan uang itu. Inilah berkah ditanah indatu, sebagian sibuk menyapa matahari pagi untuk keberkahan kosentrat lemak yang terbakar bersama aroma ikan bakar buatan istri, adalagi yang bersembunyi dari ciuman matahari, membuka rekening kolesterol dimana-mana, memasukkkannya dengan mesin ATM yang ada dimana-mana, jika sudah waktunya. Begitu senja berselimut, teman sejati adalah teh panas buatan istri serta pijitan lembut ditelapak tangan penghilang gumpalan-gumpalan kerasnya hidup. Disudut hotel itu, mesin kolesterol itu tak tidur-tidur, menemani penggemar sampai larut malam, ya... penggemar setia. Kata seorang teman, semuanya sudah uang pemimpinnya, bekerja hanya untuk memilih-milih akan dihabiskan kemana, mau buat apa, gak muat rekeningnya... tidak temanku....
Jauh diatas perahu ini kusampaikan rinduku padamu, masih ada senyum ikhlas, bahwa rejeki tuhan yang atur, dalam terik matahari ini masih ada yang mau berbagi segelas air. masih ada yang mau berteman bukan karena hadiah itu, masih ada yang berbagi sanger bukan karena dia permaisuri wong fe hung, tapi karena dia penghuni bumi, yang satu saat nanti, kalau tuhan izinkan, akan dipersatukan dirumah pengantin pangeran dan permaisuri syurga.
Pak... peu lon Tarek lee lon (pak...saya bantu tarik ya...atjeh) jangan nak... hidup ini memang ada bagian-bagiannya. tidak mungkin saya jadi bupati..... karena saya tahu, saya pasti tidak mampu. saya bukan bupati pak... tidak nak...kamu adalah raja diperahuku ini... ketika air pun surut... jabat tangan melepas kepergian, tidak ada pelukan, tidak ada ciuman. tidak berpelukan bukan berarti tak ikhlas, yang ada hanya rasa sayang membuncah memecah kesunyian hati seorang perempuan pemilih harta warisan terbesar seluruh negeri. senyum manis itu adalah warisanmu...

1 komentar:

Lumbunghati mengatakan...

keren tulisannya bang..