Sabtu, 11 September 2010

Engkau Dimana pat droen

Aku sering bertanya paluku malu
sabe lon tanyoeng palee lom malee

Pakuku bersembunyi dalam serat kayu
labang lon pih dimeusom lam urat kayee

Kutanya pada matahari
lon tanyoeng bak matauroe

Diam, bingung, dahinya terkejut
teu-iem, mumang, dhoe kroet

Walaupun sinarnya mengelilingi bumi
bah pih cahya ban sigom bumoe

Dia meluputkanmu
ka dipeuteuwoe

Kutanya daun yang terus gugur
lon tanyoeng bak oen yang sabee duroeh

Jatuh diterpa angin
meubapoe diba lee angeen

Walaupun dia tunas muda seperti dirimu
bah pih jih pucoek muda lagee droe keuh

Terpeuranjat, terperangah
teukeujot, teutaheo ganteo

Mengeluh tentang daun yang baru tumbuh
meusua oen nyang ban timoeh

Kemudian jatuh
oh leuh nyan mala

Engkau dimana....selamat ulang tahun
pat droe keuh......
masyuhue lam karonya allah
Aak...aak.....beureutoh keu-eung ungkot teutot nyoe...

Minggu, 22 Agustus 2010

Ingin Kusulang Engkau dan bang lian

Carilah di bung Google... begitu ucapmu ketika aku minta resep uueennnaakkk sop buatan lentik tanganmu. tangan yang selalu mendoakanku ketika aku sakit, aku lapar, aku haus, aku susah, aku rindu, aku kangen, aku capek, aku tidur, aku mimpi. Aku selalu ingin engkau disini....dan tak pernah setengah hati....Ramadhan itu datang lagi setelah bersembunyi 11 bulan yang lalu. begitu tiba-tiba dan cepat, tak sempat kubuatkan teh untukmu menyambutnya. Menyambut dengan tangan terbuka mengharapkan pelukan kerinduan yang telah lama tak bertemu. tidak bertemu dengan Mu Ramadhan.. Bangunlah...sadarlah.. makanlah sahurmu sedikit, biarlah batuk itu menghilang dengan terbit imsak, biarkan tangan hitam ini menyulang sesendok sop buatan sendiri penghangat badanmu yang penuh olesan minyak kayu putih. Lalu bang lianpun pergi dengan sejuta nikmat kenangan. Ah... masih seger ingatan itu, topi koboi kain, mobil ceppy tua warna biru, kepala tongkol dan bandeng, porsi double disudut jalan magelang...selamat jalan bang...namamu pasti kuingat seperti kuingat lukisan arabmu yang susah banget ku mengerti sampai sekarang...

Rabu, 28 Juli 2010

Mengejar Matahari Terbit

Gelas kopi terakhir itupun diangkat dari meja berwarna putih yang pinggirannya disisipi besi alumunium sebagai penjaga tangan agar tidak luka terkena siku yang tajam. Gelas yang ada titik merah dibagian bawah yang entah sudah berapa bibir mencicipi kopi menggunakan gelas itu. Bibir-bibir yang mendesah ketika beratnya hidup harus ditanggung, kerasnya perjuangan harus dikerjakan. Dan engkau masih bertahan. Bertahan menahan gempuran perjalanan hati yang penuh liku-liku bagai pendayung sepeda tua menapaki bukit perlintasan kereta api yang tidak pernah tidur berseliweran selalu. Dan engkau matahari. Menyinari bibir itu yang selalu saja tidak bisa ku lupa, walau berkalang waktu, bermusim-musim mendayu, engkau tidak pernah cemberut. Seringkali mata itu juga melahirkan semangat baru. Semangat untuk tetap terus bertahan mencintaimu. Mencintai walau tidah bisa kupeluk, mencintai walau tidak bisa kucium, mencintai walau tidak bisa berbagi bahagia. Mataharimu terbit ditimur sedangkan aku matahariku ku dibarat. Entah kapan kita bisa bertemu, Waktu siang mungkin, Atau waktu malam ketika kita sama-sama tertidur diatas RANGKANG peninggalan Cupoe fatimah diladang timun suri. Malam ketika banyak bintang bertabur di angkasa, ada yang bersinar terang, ada yang bergandengan membentuk rasi, ada juga yang terpisah menyendiri. Kau pilih bintang untukku yang paling jauh. Dan engkau matahariku. Engkau begitu susah digapai ucapMu, begitu jauh, menyendiri. Ketika matahari tenggelam diKuta, engkau berbisik, Aku rindu perut gembulmu..

Senin, 05 April 2010

Cerita Turun temurun Buah Sop

Maukah kau dengan ku, kata sisusu coklat, gak.. jawab sipepaya ranum kuningnya. Diblender barengpun aku tak sudi, apalagi bercampur dengan mu dalam satu gelas. Sebegitukah bencimu terhadapku, tanya sisusu coklat, kuning pepaya terdiam. kesel, marah, muak, bercampur jadi adonan kue supit yang dijual nenek-nenek setengah renta itu. Untuk menyebut namanya saja udah bikin gerah apalagi bercampur... Ckckckck... 8000 rupiah dapat sepiring sop buah pinggiran pasar merdu. tangan penjual sigap memotong-motong buah berbentuk dadu-dadu kecil, kakinya lincah lari kesana-kemari, menyurut kelapa, mengeleng-gelengkan kepala ketika blender berbunyi membinasakan alpukat yang ada didalamnya dan tak lupa bersenangdung... aku ini orang kaya ya oma....ya oma.... jadi teringat istri wong fe hung marah besar ketika pelayannya menyebutkan nama teman seperguruan, pelayan itu lari tunggang langgang menyembunyikan tubuh mungilnya dari hardikan istri yang mulia pendekar ternama sekolong jagat raya wong fe hung bin bhee chuung. Turun temurun cerita dunia persilatan pun tidak luput dari sikut menyikut, injak menginjak, hasut menghasut, maki memaki, teriak meneriak, atau kalau perlu pukul memukul, jambak menjambak, tendang menendang..... jadi ingat tendangan maut istri wong fe hung. siang itu ketika matahari begitu terik menyapa kulit bumi, kulit manusia, kulit buah-buahan yang langsung mengkedut, kulit binatang peliharaan, isi mangkuk itu penuh, terisi beraneka jenis buah, dengan kuah alpukat yang ranum, tiba-tiba matahari begitu dingin, mesra membelai, lembut menggelitik..xixixixixi... senyum itu hadir lagi...diantara deretan cermin penghalang nafsu dunia. berhentilah sebentar... tarik dulu nafasmu.... jangan cemberut begitu, masih ada kok teman-teman lain datang menghiburmu, kalaupun ingin kau hapus nama itu, cukup hapuskan diatas kertas saja, tidak akan mungkin menghapusnya dari lubuk hati, karena takdir hati hanya menyimpan dan mengenang, bukan untuk tempat recycle nama-nama yang menyakitimu kemudian terhapus dengan sendirinya. Kalaupun ingin kau bandingkan dengan seluruh makhluk ciptaan pottAllah, mungkin engakau akan menulis seperti diatas air, tahu bentuknya, tapi tidak kelihatan hasilnya. Bang... dibungkus 3, pake es, mudah-mudahan engkau rela akan kemelut dunia.

Kamis, 18 Maret 2010

Reu-oh Hana So Bila identik dengan Poteumeureuhom

Ketika rindu menggigil, tak cukup sanger sikhan penghilang. Dia....ya...dia, merindukan keringat dibadannya hilang tersapu arus sungai peninggalan indatu Po-Teumeu-Reu-Hom. Sungai sumber rejeki bergilir dari hulu hingga hilir, kemudian hilang dalam auman suara mesin pendorong kepentingan waktu yang mendesak. Dia...ya...dia tak peduli walau harus bermandikan peluh, bermudal kekuatan dan semangat senyum seorang istri menunggu kedatangan pulang membawa berkah keringat untuk dinikmati secara bersama. Bek meunan lah ngon (jangan begitulah teman-atjeh).. memulai pembicaraan keringan jackpot yang digenggam untuk bercampiur bingung bagaimana cara menghabiskan uang itu. Inilah berkah ditanah indatu, sebagian sibuk menyapa matahari pagi untuk keberkahan kosentrat lemak yang terbakar bersama aroma ikan bakar buatan istri, adalagi yang bersembunyi dari ciuman matahari, membuka rekening kolesterol dimana-mana, memasukkkannya dengan mesin ATM yang ada dimana-mana, jika sudah waktunya. Begitu senja berselimut, teman sejati adalah teh panas buatan istri serta pijitan lembut ditelapak tangan penghilang gumpalan-gumpalan kerasnya hidup. Disudut hotel itu, mesin kolesterol itu tak tidur-tidur, menemani penggemar sampai larut malam, ya... penggemar setia. Kata seorang teman, semuanya sudah uang pemimpinnya, bekerja hanya untuk memilih-milih akan dihabiskan kemana, mau buat apa, gak muat rekeningnya... tidak temanku....
Jauh diatas perahu ini kusampaikan rinduku padamu, masih ada senyum ikhlas, bahwa rejeki tuhan yang atur, dalam terik matahari ini masih ada yang mau berbagi segelas air. masih ada yang mau berteman bukan karena hadiah itu, masih ada yang berbagi sanger bukan karena dia permaisuri wong fe hung, tapi karena dia penghuni bumi, yang satu saat nanti, kalau tuhan izinkan, akan dipersatukan dirumah pengantin pangeran dan permaisuri syurga.
Pak... peu lon Tarek lee lon (pak...saya bantu tarik ya...atjeh) jangan nak... hidup ini memang ada bagian-bagiannya. tidak mungkin saya jadi bupati..... karena saya tahu, saya pasti tidak mampu. saya bukan bupati pak... tidak nak...kamu adalah raja diperahuku ini... ketika air pun surut... jabat tangan melepas kepergian, tidak ada pelukan, tidak ada ciuman. tidak berpelukan bukan berarti tak ikhlas, yang ada hanya rasa sayang membuncah memecah kesunyian hati seorang perempuan pemilih harta warisan terbesar seluruh negeri. senyum manis itu adalah warisanmu...

Rabu, 10 Maret 2010

Mie Caluek Menurut Spagety Italy

Bisik-bisik, dipersimpangan itu, tiap sore sekitar ja 16.30 selalu saja ada yang mampir berlabuh, sekedar merasakan getaran-getaran kacang tanah yang meledak dasyat dalam mulut. Atau dasyat-nya sepakan dan terjangan tendangan maut istri wong fe hung yang mengaduk adonan perasaan. Bicara tentang dinamit, ada juga dinamit stres yang tiba-tiba mengganggu seorang teman. Dan berceritalah kakak tua yang kuku dan jambul diatas kepalanya telah berubah warna dan jatuh satu persatu kepangkuan tanah dayah tanoh anoe. Dulu kala ketika-ketiki dayah tanoh anoe basah oleh deraian airmata seorang ibu meratapi kepergian anak-nya.... dia bersenandung :

Hai aneuk lon sayang
Ayah poma pih ka seunang
Ka tawoe...tawoe...taweo
Meusahoe lam ie raya....Tawoe bak rabbana....

Air mata ini mengering disudut mata itu... setelah sekian lama tidak bertemu, engkau hadir dihadapanku, memelas pelukan, wahai anakku... engkau telah besar sekarang, begitulah dunia, ada yang tertidur dipelukan papa-nya menunggu mama yang tidak selesai-selesai audiensi (take vocal) mau keluarin album terbaru kayak-nya. Belum lagi burung nuri yang tenggelam bersama gosip sikepala pemuda yang kepincut janda muda yang lagi merah merekah pecah-pecah (sariawan). Duuuuuummmmmm...begitulah bunyi dinamit dimana-mana. penjualnya tersenyum, mie caluk depan lapangan bola meureudu memang tidak ada duanya... Whaaattt.... gak yang dulu, gak yang sekarang, sama saja, dua-duanya tukang malakin makanan dan sanger panas.... dasar. Mampir bang.... begitulah panggilan penjual lemang tangse disudut jalan itu.

Selasa, 16 Februari 2010

Peunajoeh Kampoeng Atjeh Tradisional Foods

ketika tempat itu berdiri, diatas bumi kecil dipojok benteng kutaraja, berteman hembusan angin jalanan dan asap kenalpot mobil labi-labi yang bersilweran didepan mata. Adakan diantara anda yang punya minat memakan semua makanan adat tanpa harus sibuk mencari serbet penghilang bau aren dan manisnya gula dari tangan atau jika anda berani bermain menjadi pengusaha yang selalu bangga akan sejarah makanan kuliner nusantara dan hebatnya halua khas kreung raya, mampirlah ke pojok benteng ini sekedar menitipkan makan kesukaan keluarga atau makanan kegemaran masyarakat pinggir pantai. Ya... bau aren akan selalu menempel ditangan kita, tangan anak negeri indatunya Ratu Saffiattuddin yang cantik, lengket'nya gula manis yang tersedia dipiring2 kecil dan gelas2 kecil diwarung kopi solong. jadi kangen nganterin sanger ke seseorang.... begitulah kata seorang teman.. itu juga yang membuatnya kegigilan kedinginan. Bubuk kopi itupun terbagi, yang bungkusan pisang tinggal diranah teuku di kandang, yang bungkusan plastik terbawa bersama perahu tongkang ke pelabuhan sunda kelapa bersama permaisuri dan adiknya panglima ceng hoe... panglima penakluk semananjung malaka dan kembali ke aceh hanya untuk mandi disungai kreung atjeh. Adiknya jendral berwajah bulat penuh bentolan karena semua adonan wajik dan halua belepotan disekitar bibir, menarik perhatiaan segerombolan semut dan tawon tanah. ada semut yang hitam dan botak tanpa ada sehelai rambutpun, ada tawon hutan yang gondrong sampai ketanah berjojoran. Dan adee meureudu pun menepi di pojok ini. Menunggu pembeli tanpa melupakan tradisi.

Rabu, 20 Januari 2010

Peunajoeh Kampoeng Atjeh Traditional Foods

Warnanya orange, sepintas seperti martabak terang bulan yang lazim dijual disepanjang jalan, namanya adee kembang tanjong, itupu perlu waktu 2.5 jam perjalanan darat sabtu, 16 januari 2010, pagi hari jam 8.00 mobil bergerak dari banda aceh, adalah hari Peukan Beureunun menjadi daya tarik tak terhingga. bagaimana tidak, saat pertama kali menginjakkan kaki dipasar tradisinal tersebut. suara lembut perempuan renta itu menyapa. Piyoeh neukk... peuneumita.... nyo na minyeuk keumeunyan, bakong asoe, emping breuh....atau kadang brat that hawa beurnee sagee.... wuuuiiihhh.... semua yang disebutkan nenek tersebut adalah makanan-makanan tradisi yg sulit ditemukan dipasar banda aceh. bagai bermimpi tak terandingi, ketika semangat mengumpulkan makanan tradisi... insyaallah sudah bisa direalisasikan... insyaalah juga akhir bulan ini... kami akan membuka galery makanan tradisi, yang telah diwariskan melalu darah ini. mudah-mudahan akan banyak pelajaran yang bisa diambil dari anugerah ini...