Rabu, 10 Maret 2010

Mie Caluek Menurut Spagety Italy

Bisik-bisik, dipersimpangan itu, tiap sore sekitar ja 16.30 selalu saja ada yang mampir berlabuh, sekedar merasakan getaran-getaran kacang tanah yang meledak dasyat dalam mulut. Atau dasyat-nya sepakan dan terjangan tendangan maut istri wong fe hung yang mengaduk adonan perasaan. Bicara tentang dinamit, ada juga dinamit stres yang tiba-tiba mengganggu seorang teman. Dan berceritalah kakak tua yang kuku dan jambul diatas kepalanya telah berubah warna dan jatuh satu persatu kepangkuan tanah dayah tanoh anoe. Dulu kala ketika-ketiki dayah tanoh anoe basah oleh deraian airmata seorang ibu meratapi kepergian anak-nya.... dia bersenandung :

Hai aneuk lon sayang
Ayah poma pih ka seunang
Ka tawoe...tawoe...taweo
Meusahoe lam ie raya....Tawoe bak rabbana....

Air mata ini mengering disudut mata itu... setelah sekian lama tidak bertemu, engkau hadir dihadapanku, memelas pelukan, wahai anakku... engkau telah besar sekarang, begitulah dunia, ada yang tertidur dipelukan papa-nya menunggu mama yang tidak selesai-selesai audiensi (take vocal) mau keluarin album terbaru kayak-nya. Belum lagi burung nuri yang tenggelam bersama gosip sikepala pemuda yang kepincut janda muda yang lagi merah merekah pecah-pecah (sariawan). Duuuuuummmmmm...begitulah bunyi dinamit dimana-mana. penjualnya tersenyum, mie caluk depan lapangan bola meureudu memang tidak ada duanya... Whaaattt.... gak yang dulu, gak yang sekarang, sama saja, dua-duanya tukang malakin makanan dan sanger panas.... dasar. Mampir bang.... begitulah panggilan penjual lemang tangse disudut jalan itu.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saleum Meutuah, meulangkah bak teumpat kamoe..